Metode Receh Memilih Legislatif dalam Pemilu Serentak 1.0
Pemilu 2024 kali ini terasa lebih istimewa. Ya, bukan hanya karena pesta demokrasi ini kembali dihelat, tetapi juga karena saya personal merasakan peningkatan kualitas dalam memilih, khususnya dalam pemilihan legislatif (pileg).
Jika dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya, di mana fokus saya lebih tertuju pada pemilihan presiden (pilpres), kali ini saya lebih terdorong untuk menggali informasi terkait pileg. Iklim masyarakat yang semakin kritis, peran media sosial, dan platform seperti Bijak Memilih dan KPU menjadi faktor pendorong utama.
Namun, masih ada sedikit kendala yang perlu ditingkatkan untuk periode pemilu selanjutnya. Kurangnya informasi terkait beberapa anggota legislatif membuat saya kesulitan untuk melakukan background check, termasuk informasi data diri yang kurang lengkap di media official informasi terkait (cmiiw). Hal ini tentu menjadi catatan penting bagi penyelenggara pemilu dan partai politik untuk meningkatkan transparansi dan akses informasi bagi publik.
Berbicara tentang formula memilih calon legislatif yang saya pakai dalam pileg ini, saya ajak untuk mengenal dulu dengan istilah trias politica, konsep pemisahan kekuasaan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Pemahaman terkait sistem pemerintahan di Indonesia ini menjadi salah satu pertimbangan utama saya dalam memilih anggota legislatif kali ini. Saya memilih untuk menggunakan filter: akan lebih baik partai oposisi adalah partai non koalisi terhadap calon eksekutif yang kita pilih, dalam hal ini paslon capres dan cawapres. (contohnya begini, misal kamu memilih paslon capres dan cawapres dari no 04, maka kamu akan memilih DPR RI dari partai diluar koalisi pengusung 04).
Dalam mekanisme membuat RUU, Fraksi dengan kursi terbanyak di DPR memiliki pengaruh lebih besar, fraksi besar tentu memiliki dan lebih banyak akan membawa kepentingan partainya. Maka kalo ada fraksi terbanyak di DPR adalah oposan dari pihak Eksekutif, akan menarik untuk mengikuti pelaksanaannya.
Harapannya, dengan adanya pihak oposisi yang berkualitas, pemerintahan akan menghasilkan kebijakan yang lebih terukur dan terkurasi dengan baik. Karena kembali lagi, kalo tidak ada pengawasan yang baik dari pihak legislatif (DPR dan sejenis), akan ada potensi lebih banyak kebijakan aneh yang diloloskan nantinya.
Metode “receh” ini saya terapkan mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten. Untuk DPD, saya memilih petahana yang memiliki track record baik dan masih bertugas. Hal ini saya lakukan karena keterbatasan informasi dan minimnya caleg yang saya kenal atau kagumi secara personal di dapil saya.
Meskipun metode ini terkesan sederhana, namun saya yakin bahwa dengan melakukan riset dan pertimbangan yang matang, kita dapat memilih anggota legislatif yang berkualitas untuk menghadirkan fungsi pembentukan kebijakan yang baik.
Disclaimer: ini adalah metode yang saya pakai untuk Pemilu kali ini, bisa diikuti atau tidak itu bebas. Poin pentingnya adalah jika ada kesempatan untuk memilih lagi, yuk peduli dengan pilihanmu dengan memahami siapa yang kamu pilih, dan bisa menjelaskan “kenapa memilih” dengan baik dan bertanggung jawab.